Pages - Menu

Pages

Jumat, 11 November 2011

Cinta Tanpa Kata

Tak disangka beberapa tahun telah kuhabiskan di sekolah ini. Tanpa kusadari, beragam warna kehidupan telah kudalami bersama teman dan guruku. Bisa dibilang sepertiga atau bahkan setengah hidupku selama ini kuhabiskan dibawah naungan atap sekolah. Begitu pula pengalaman-pengalaman hidupku; berbagai hal baru kualami dalam tujuh jam devosi kepada kertas, buku dan pensil. Begitu banyaknya kisah-kisah yang patut untuk dikenang; kisah-kisah yang tak layak untuk dilupakan.

***


"Bob! Lu jangan jawab! Gw ga pinter-pinter, deh."


Aku dan beberapa temanku hanya bisa tertawa mendengar ocehan Adi. Memang sulit menahan tawa begitu mendengar badut ini berbicara. Gayanya memang berbeda dari yang lain. Aneh, sinar bahagia selalu terpancar dari mimik wajahnya, kebahagiaan yang sempurna; kebahagiaan yang tak akan lengkap tanpa adanya cinta.

***



"Eh, gimana neh? Lu kan udah pengalaman! Ajarin gw dong!"


Itu adalah pertanyaan Adi yang terus ia tuturkan pada masa-masa pengejaran kebahagiaannya. Adi memang seorang yang periang, namun sejak ia menanyakan pertanyaan itu wataknya semakin bersinar tanda bahagia. Menurutku, saat-saat itu merupakan saat-saat yang paling menegangkan dalam hidup Adi. Ketika itu kami baru saja beranjak ke jenjang SMP3. Gedung kami kedatangan beberapa murid baru terutama di tingkat SMP1. Pada saat itulah sebuah tunas mawar tumbuh dengan perlahan; awal dari sebuah kisah cinta yang baru.


Katherine nama gadis itu. Dengan rambut hitam panjang yang lurus terurai dan kulit coklat kemerahan langsung membuat Adi jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Setiap kali berpapasan dengannya, Adi langsung kehilangan kata-kata. Perasaan Adi begitu kuat, namun baginya, sulit sekali untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan kepada Katherine.


Seiring berjalannya waktu, perasaan yang terpendam di dalam hati Adi semakin menguat. Namun apa daya, tak sepatah kata pun dapat keluar dari mulutnya begitu ia berpapasan dengan sang gadis pujaannya. Tetapi tekadnya yang kuat membuatnya pantang menyerah. Ia berjanji kepada dirinya bahwa suatu saat nanti ia akan menyatakan cintanya yang telah ia pendam begitu lama.


Tak lama setelah perasaan di hati Adi muncul, kabar angin dalam beragam versi tersebar. Hal ini membuat hati Adi gelisah. Pagi dan malam ia terus memikirkan apa yang harus ia lakukan. Adi takut, melalui huru-hara yang tersebar, Katherine akan segera mengetahui apa yang selama ini ia sembunyikan. Bagai telur di ujung tanduk, perasaan yang selama ini dia pendam mau tidak mau harus segera dikeluarkan. Hari-hari berikutnya Adi jalani dengan perasaan was-was. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan bila nanti ia sampai berpapasan dengan Katherine.


Waktu pergantian jam pelajaran pun tiba. Semua murid dari semua tingkat keluar dari kelas mereka masing-masing dan menuju ke loker. Sudah menjadi kebiasaan di sekolah kami kalau para murid harus berpindah dari satu kelas ke kelas yang lain tergantung pada jadwal pelajaran pada hari itu. Namun pergantian pelajaran hari itu bukanlah suatu kebiasaan bagi Adi.


Aku ada bersama-sama dengan Adi dan beberapa orang teman laki-laki yang lain ketika kami mendengar suara teriakan meriah yang berasal tak jauh dari tempat kami berada.


"Katherine!!"


Suara teriakan itu terdengar tidak biasa. Kami pun menoleh ke arah sumber teriakan tersebut. Di sana berdiri Katherine dan teman-teman perempuan sekelasnya. Ia terlihat tersipu-sipu dan berusaha membuang muka sementara teman-temannya berbisik-bisik sambil melirik Adi. Waktu membatasi pertemuan itu dan teman-teman Katherine berjalan pergi sementara Katherine sebelum pergi melemparkan senyum kecil kepada Adi. Kami tertawa cekikikan melihat wajah Adi yang merah padam.


Sejak pertemuan itu, Adi selalu berusaha tersenyum kepada Katherine setiap kali berpapasan. Meskipun ia tidak menyapa dengan kata-kata, bagi Katherine senyuman Adi memberikan sesuatu yang jauh lebih berharga dimana tidak ada suatu kata apapun yang dapat menandinginya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar